Minggu, 31 Agustus 2014

Menaikkan harga BBM bukanlah satu-satunya cara Mengurangi beban Subsidi BBM dalam APBN


Beberapa minggu terakhir ini di berbagai media sangat gencar pemberitaan terkait Pro dan Kontra rencana kenaikan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di tanah air. Mendasarkan kepada beban yang semakin berat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada pos pembiayaan Subsidi BBM, mendorong sejumlah kalangan mendesak kepada Pemerintah via Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) untuk menaikkan harga BBM sebelum masa pemerintahannya berakhir.

Banyak kalangan "mencibir" desakan tersebut, hal ini dikaitkan dengan suhu politik pasca Pilpres yang masih cukup hangat serta persiapan pergantian pucuk pimpinan negeri ini, menganggap bahwa desakan atau himbauan atau permintaan itu lebih beraroma politis ketimbang sisi ekonomisnya. 

Pada forum ini kita tidak akan membahas lebih detail terkait sisi politik dari desakan atau himbauan untuk menaikkan harga jual BBM. Sebagai bagian dari warga negara kami berupaya memberikan solusi-solusi yang tepat dan jitu dalam rangka mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN sekarang dan di masa mendatang .

Beberapa point usulan yang bisa didiskusikan untuk ditelaah lebih lanjut adalah sebagai berikut :

  1. Menaikkan harga jual kendaraan bermotor
  • Sudah sepantasnya pemerintah mulai mengambil kebijakan pengendalian jumlah kepemilikan dan penjualan kendaraan di dalam negeri. Sebagai faktor utama penyedot BBM di tanah air adalah semakin banyaknya jumlah kendaraan di tanah air. Salah satu cara mengurangi jumlah peredaran kendaraan di tanah air adalah menaikkan harga jual kendaraan bermotor atau menaikkan besaran PPN dan/atau PPN- BM sehingga dengan sendirinya mendongkrak harga jual kendaraan bermotor sekaligus menambah pendapatan negara dari sektor pajak guna meningkatkan kuantitas dan kualitas pembangunan di nusantara.
  1. Menaikkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
  • Kurang lebih hampir sama dengan ide menaikkan harga jual kendaran dengan menaikkan PPN dan/atau PPN-BM. Sedikit berbeda dengan konsep diatas, dimana kenaikkan PKB ini secara tidak langsung dinikmati oleh Pemerintah Pusat. Kenaikan PKB lebih kepada memberikan dampak positif terhadap penerimaan di daerah karena PKB adalah bagian dari Pajak Daerah atau lebih tepatnya Pajak Provinsi. Tujuan menaikkan PKB sendiri juga berdampak langsung terhadap pengendalian jumlah kendaraan bermotor, sehingga membuat masyarakat akan berfikir dua tiga kali untuk membeli kendaraan bermotor dalam jumlah yang banyak. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin terkontrol jumlahnya dipastikan akan mampu mengurangi jumlah permintaan BBM 
  1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas Transportasi Massal
  • Asumsi berfikirnya adalah dengan semakin bagus kuantitas dan kualitas transportasi masal maka akan semakin mengurangi jumlah masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Konsep yang sangat bagus namun perlu dukungan yang kuat baik dari niat maupun finansial dari pemerintah untuk mewujudkannya. MRT, Busway, Monorail dan Commuter Line apabila bisa diintegrasikan serta dibangun dengan bagus serta diimbangi jumlah armada yang banyak niscaya akan mampu mewujudkan tujuan utamanya yaitu menggantikan transportasi yang layak dan mampu diandalkan mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang beredar di jalanan.
  1. Menekan Jumlah Kendaraan Dinas dan Menggantinya dengan Uang Transpor
  • Sudah bukan rahasia lagi dimana kendaraan dinas di Indonesia baik di pusat maupun daerah sangat banyak jumlahnya. Konsumsi BBM yang ditanggung pemerintah pastilah juga banyak, belum lagi biaya perawatan yang pastinya akan membebani APBN. Ada sebuah ide yang cemerlang yaitu kendaraan dinas dikurangi jumlahnya secara signifikan dan bagi PNS digantikan dengan uang transportasi yang bisa digunakan sebagai kompensasi untuk membayar tiket transportasi masal. Secara perhitungan uang pengganti transpor dengan pengadaan kendaraan dinas plus biaya perawatan dan BBM pastilah sebanding untuk mengurangi beban dalam APBN.
  1. Membangun Pabrik Pengolah Minyak
  • Proyek prestisius yang cukup menguras uang negara namun menurut pendapat kami, itulah harga yang harus dibayar guna mendapatkan keuntungan dimasa mendatang. Selama ini kita terbuai dengan cerita bahwa Nusantara ini adalah negeri penghasil Migas, namun kita sering lupa bahwasanya Migas yang diambil dari bumi Nusantara mayoritas tidak diolah lagi di dalam negeri namun dijual dalam bentuk Migas mentah ke luar negeri dan kita (terpaksa) membeli Migas olahan dari negara lain. Untuk itu sudah saatnya kita membangun pabrik pengolahan Migas dengan harapan mengurangi beban belanja Migas siap pakai dari negara lain dan secara prinsip ekonomi pastilah mampu mengurangi besar beban subsidi BBM dalam APBN.
  1. Membatasi Umur Kendaraan 
  • Mau tidak mau, suka tidak suka pemerintah haruslah mulai membuat kebijakan pembatasan umur kendaraan. Selain tidak irit, kendaraan lama berpotensi membuat kemacetan kalau tau-tau mogok dijalanan. Oleh sebab itu perlu kiranya ada pembatasan umur kendaraan yang laik untuk beroperasi di jalanan, misalnya batas usia 30 tahun, berarti mobil-mobil diatas umur 30 tahun dari sekarang harus di re ekspor atau dijadikan besi tua. Selain mengurangi jumlah kemacetan di jalan kebijakan ini juga akan mengurangi jumlah pemakaian BBM.
  1. ERP (Electronic Road Pricing)
  • Terakhir, mulai dibuat ERP untuk ruas-ruas jalan yang memungkinkan dan berpotensi macet. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kemacetan juga biang pemborosan BBM, oleh karena itu perlu kiranya dibuat kebijakan ERP pada ruas-ruas jalan yang berpotensi macet dan secara tidak langsung akan mengurangi jumlah pembuangan BBM yang tidak efektif di jalan.
Demikian beberapa masukan kami terkait kiat-kiat atau cara-cara (lain) guna mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN, semoga berguna bagi kita semua dan menjadikan masukan bagi para pengampu kebijakan dan kewenangan di bumi Nusantara ini.

ex: foto sumber : www.solopos.com