Jumat, 29 Maret 2013

Ancaman Gempuran Narkoba ke Indonesia ( Status Siaga I )


Bagaikan jamur di musim hujan, begitulah istilah yang dapat sampaikan terkait maraknya penangkapan terhadap para pengguna, pengedar dan gembong Narkoba di hampir seluruh wilayah tanah air. Di satu sisi terbersit rasa bangga kepada kinerja aparat yang mampu menggagalkan dan/atau membongkar sarang sindikat pengedar narkoba di tanah air, namun di sisi lain ada rasa miris dan ngeri mengingat setiap kali hasil penangkapan diberitakan di media bukan dalam bilangan 1 (satu) atau 2 (gram) gram narkoba saja namun sudah mencapai puluhan bahkan ratusan kilo barang haram itu tertangkap. Ngerinya lagi membayangkan bagaimana jika barang haram itu tidak tertangkap dan terlanjur beredar di tengah masyarakat.

Beberapa waktu lalu, dalam ulasan salah satu Media Elektronika menyebutkan bahwa hasil tangkapan Narkoba saat ini terbilang masih sangat kecil secara persentase jika dibandingkan perkiraan yang lolos dan beredar di masyarakat. Statement ini menunjukkan bahwa Indonesia saat ini bukan lagi menjadi negara transit Narkoba antar Benua namun telah menjadi salah satu pangsa pasar potensial atas Narkoba. Lambat laun apabila tidak diberantas secara berkesinambungan bisa dipastikan akan merusak sendi-sendi kehidupan negara, tak salah jika kami menyatakan bahwa Indonesia saat ini dalam bahasa cengkeraman Narkoba (siaga I)

Sudah semestinya pemerintah bersama-sama dengan masyarakat menyatakan perang total terhadap Narkoba. Begitu banyak akibat negatif penggunaan narkoba ini hingga bisa merontokkan sendi-sendi dasar dalam masyarakat, lihat saja bagaimana jadinya jika masyarakat mulai "sakau" dengan barang haram ini, dia sudah tidak bisa bekerja secara optimal, pikiran jadi tumpul, menghalalkan semua cara untuk dapat membiayai nafsunya mengkonsumsi Narkoba dan yang jelas bangsa ini bakal menjadi budak narkoba.

Pemerintah hendaknya membuat sebuah terobosan-terobosan jitu dan akurat guna memangkas bahkan membumihanguskan peredaaran narkoba di tanah air, beberapa hal yang mungkin bisa dipertimbangkan Pemerintah sebagai Pemangku Kekuasaan serta masyarakat sebagai warga pemberi mandat kekuasaan secara formal adalah sebagai berikut :

  1. Pemberian hukuman maksimal kepada para terdakwa yang terbukti dengan jelas memasarkan, membuat dan menyalurkan narkoba. Minimal hukuman adalah hukuman seumur hidup, dan maksimal adalah hukuman mati (hukum gantung) seperti halnya yang dilakukan oleh negara-negara tetangga Indonesia.
  2. Pemberian reward kepada aparat dan/atau kelompok masyarakat yang mampu memberikan informasi kepada pihak berwajib untuk kemudian dapat ditindaklanjuti dan/atau menggagalkan transaksi Narkoba
  3. Pemberian hukuman yang lebih berat kepada para pengguna narkoba, apabila terbukti melakukan lagi perbuatan tersebut setelah keluar dari panti rehabilitasi.
  4. Penyitaan seluruh kekayaan para Gembong Narkoba dan/atau para Pengedar Narkoba dan/atau para Kurir Narkoba (dengan asumsi mereka yang bergerak di bidang Narkoba sudah tidak memiliki akhlak dan Tuhannya adalah Kekayaan dan Kekayaan, jika disita maka mereka akan kehilangan pegangan hidup), dan menggunakan harta rampasan tersebut guna mendukung operasi pemberantasan Narkoba.
  5. Bekerjasama dengan negara-negara tetangga untuk dapat saling berkoordinasi dalam pemberantasan Narkoba khususnya perdagangan Narkoba antar negara antar benua.
  6. Menggandeng para tokoh-tokoh masyarakat, media, civitas akademika serta tokoh-tokoh agama untuk bersinergi mensosialisasikan dampak negatif terhadap penggunaan Narkoba.
Beberapa catatan, diatas akan lebih efektif apabila Undang-Undang tentang Narkoba direvisi serta di revitalisasi kembali menjadi lebih tegas dan keras terutama sanksi maksimum terhadap para Gembong dan Pengedar Narkoba

sumber gambar : remaja.suaramerdeka.com

Senin, 04 Maret 2013

Review Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara


Pembahasan terkait pegawai negeri sipil di negara ini seolah-olah tidak pernah habis, dari berbagai sudut pandang memang banyak pro dan kontra, mengingat pegawai negeri sipil merupakan (pasca krisis tahun 1997 - 1998) adalah pekerjaan yang dinilai memiliki jaminan yang kuat khususnya dari badai pemutusan hubungan kerja sebagaimana menjadi salah satu momok dalam rentang kehidupan ketenagakerjaan di bidang swasta.

Sejak tahun 2000, seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dimana pengelolaan manajemen pegawai negeri sipil adalah salah satu dari sekian banyak urusan pemerintahan yang diserahkan pusat kepada daerah untuk dikelola secara otonom. Hasilnya cukup mengejutkan dimana efek negatif dari pendesentralisasian kewenangan dan kuasa pengangkatan terhadap pegawai negeri sipil ini menyebabkan banyak daerah berlomba-lomba mengangkat pegawai, sampai dengan akhir 2010,  mencapai klimaksnya yaitu dengan berdasarkan survey salah satu LSM terkenal mendapati bahwa sebagian besar pemerintah daerah, APBD nya mayoritas hanya untuk belanja rutin yang notabene adalah belanja pegawai negeri sipil di daerah.

di tahun 2011 - 2012, muncul moratorium pengangkatan calon pegawai negeri sipil baik di pusat dan didaerah, khususnya bagi daerah yang APBD nya mayoritas anggarannya ( lebih besar dari 50%) untuk belanja gaji pegawai negeri sipil. di sisi lain beberapa daerah mulai mengusulkan agar kewenangan dan kuasa pengelolaan serta manajemen pegawai negeri sipil ditarik kembali ke pusat dan menjadi urusan pemerintah pusat kembali.

Mengaca dari berbagai permasalahan diatas, memang sudah menjadi urgensi dibuat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang aparatur sipil negara, namun demikian RUU ini diharapkan bukan hanya menyelesaikan masalah sebagaimana dimaksud diatas, namun juga menyempurnakan proses Reformasi Birokrasi yang saat ini sedang berjalan.

Beberapa isu sentral dalam pembahasan RUU tentang Aparatur Sipil Negara dapat kami rangkum sebagai berikut :


  1. isu tentang pengembalian seluruh dan/atau sebagian kewenangan pengelolaan manajemen dan/atau pendanaan terhadap pegawai negeri sipil
  2. isu tentang usia pensiun pegawai negeri sipil
  3. isu tentang pembentukan "komite superpower" yang punya kuasa menyeleksi dan memutasi aparatur sipil negara di seluruh Indonesia
  4. isu tentang penghapusan eselonisasi disederhanakan dibawah direktur (setara eselon II) langsung pelaksana, dihilangkan jabatan eselon III, eselon IV, dan eselon V
  5. isu tentang sanksi, reward terhadap pegawai negeri sipil
  6. isu tentang pengaturan pensiun bagi pegawai negeri sipil
demikian beberapa isu yang bisa kami kerucutkan, namun demikian proses penyempurnaan masih terus berjalan, semoga membawa kebaikan bagi pengelolaan pegawai negeri sipil di Indonesia terutama dalam memajukan profesionalisme serta semangat pelayanan kepada masyarakat makin mengemuka.