Sudah lebih dari 20 tahun (sesuai pengalaman saya pribadi)
pendidikan budi pekerti mati suri dari hingar bingarnya dunia pendidikan
nasional. Tuntutan jaman sebagai alasan tergesernya pendidikan budi pekerti
yang harus rela terpinggirkan dan digantikan dengan (tambahan) pelajaran sains, matematika ataupun
bahasa asing.
Sungguh sangat disayangkan pendidikan budi pekerti meredup dan mulai terpinggirkan dalam kumpulan pendidikan. Sejatinya pendidikan budi pekerti yang
sejalan dengan pendidikan agama akan memberikan murid tambahan pendidikan yang
tiada ternilai dan sebagai penyeimbang dari ilmu ke duniaan.
Penanaman budi pekerti yang tepat arah tepat sasaran dan
sinergi dengan pendidikan agama akan menghasilkan murid yang memiliki perilaku
halus, tahu tata krama yang adiluhung, relijius serta takut akan dosa serta
segan bertindak yang merugikan secara umum.
Memang 20 tahun yang lalu (sesuai pengalaman saya pribadi)
saya, pelajaran budi pekerti memang disusun kurikulumnya secara acak adul,
hampir mirip dengan PMP (PPKN) sifat pengajarannya adalah metode hafalan bukan
metode terapan. Anak-anak dituntut hafal berbagai materi budi pekerti tanpa
tahu filosofinya serta kejar nilai ujian semata, bukan kejar aplikasi riil di lapangan.
Kedepan hendaknya pelajaran budi pekerti mulai
diterapkan lagi di sekolah-sekolah, dengan aplikasi pengajaran yang lebih
membumi serta target utamanya murid memahami secara filosofi dan diterapkan
dalam aplikasi di lapangan. Perlu kiranya belajar pendidikan budi pekerti serta
semangat mempertahankan kultur dari Jepang. Namun kalaupun belajar ke Jepang bukan
mempelajari dan mentransformasi kultur Jepang namun cukup belajar esensi
semangat Jepang dalam mempertahankan budi pekerti serta kulturnya ditengah
derasnya arus globalisasi budaya saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar